Semakin dekat dengan idul adha, semakin banyak orang yang
mengunjungi stan daganganku. Sebagian hanya melihat-lihat, sebagian lagi
menawar dan alhamdulillah tidak sedikit yang akhirnya membeli. Aku menyukai
bisnis ini, membantu orang mendapatkan hewan qurban dan Allah memberiku rezeki
halal dari keuntungan penjualan.
Hingga datanglah seorang ibu yang kemudian menggetarkan
imanku dan membuatku tak bisa menahan air mata. Semula, aku berpikiran ibu ini
hanya akan melihat-lihat saja. Karena dari penampilannya, aku menduga ia
bukanlah tipe orang yang mampu berqurban. Meski demikian, sebagai pedagang yang
baik aku harus tetap melayaninya.
“Silahkan Bu, ada yang bisa saya bantu?” sapaku seramah
mungkin
“Kalau kambing itu harganya berapa, Pak?” tanyanya sambil menunjuk seekor kambing yang paling murah.
“Kalau kambing itu harganya berapa, Pak?” tanyanya sambil menunjuk seekor kambing yang paling murah.
“Itu 700 ribu Bu,” tentu saja harga itu bukan tahun ini.
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Kalau harga kambing qurban tahun
ini, paling murah sekitar 1,5 juta. Yang agak besar 2,5 juta.
“Harga pasnya berapa?”
“Harga pasnya berapa?”
Meskipun aku belum yakin ibu tersebut akan membelinya, minimal ia telah menunjukkan minatnya terhadap kambingku. “Bolehlah 600 ribu, Bu. Itu untungnya sangat tipis. Buat ibu, bolehlah kalau ibu mau”
“Tapi, uang saya Cuma 500 ribu, Pak. Boleh?” kata ibu itu
dengan penuh harap. Keyakinanku mulai berubah. Ibu ini benar-benar serius mau
berqurban. Mungkin hanya tampilannya saja yang sederhana tapi sejatinya ia
bukanlah orang miskin. Nyatanya ia mampu berqurban.
“Baik lah, Bu. Meskipun tidak mendapat untung, semoga ini
barakah,” jawabku setelah agak lama berpikir. Bagaimana tidak, 500 ribu itu
berarti sama dengan harga beli. Tapi melihat ibu itu, aku tidak tega
menolaknya.
Aku pun kemudian mengantar kambing itu ke rumahnya.
“Astaghfirullah… Allaahu akbar…” Aku terperanjat. Rumah ibu ini tak lebih dari
sebuah gubuk berlantai tanah. Ukurannya kecil, dan di dalamnya tidak ada
perabot mewah. Bahkan kursi, meja, barang-barang elektronik, dan kasur pun tak
ada. Hanya ada dipan beralas tikar yang kini terbaring seorang nenek di
atasnya.
Rupanya nenek itu adalah ibu dari wanita yang membeli
kambing tadi. Mereka tinggal bertiga dengan seorang anak kecil yang tak lain
adalah cucu nenek tersebut.
“Emak, lihat apa yang Sumi bawa” kata ibu yang ternyata
bernama Sumi itu. Yang dipanggil Emak kemudian menolehkan kepalanya, “Sumi bawa
kambing Mak. Alhamdulillah, kita bisa berqurban”
Tubuh yang renta itu duduk sambil menengadahkan tangan.
“Alhamdulillah… akhirnya kesampaian juga Emak berqurban. Terima kasih ya
Allah…”
“Ini uangnya Pak. Maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah,
karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang
untuk membeli kambing buat qurban atas nama Emak….” kata Bu Sumi.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes
air mata, saya berdoa dalam hati, “Ya Allah… Ampuni dosa hamba, hamba malu
berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin
harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa”.
“Pak, ini ongkos kendaraannya…”, panggil ibu itu.
“Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar”, jawabku sambil cepat-cepat berpamitan, sebelum Bu Sumi tahu kalau mata ini sudah basah karena karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
“Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar”, jawabku sambil cepat-cepat berpamitan, sebelum Bu Sumi tahu kalau mata ini sudah basah karena karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Untuk menjadi mulia, ternyata tak harus menunggu kaya. Untuk
mampu berqurban, ternyata yang dibutuhkan adalah kesungguhan. Kita jauh lebih
kaya dari Bu Sumi. Rumah kita bukan gubuk, lantainya keramik. Ada kursi, ada
meja, ada perabot hingga TV di rumah kita. Ada kendaraan. Bahkan, HP kita lebih
mahal dari harga kambing qurban. Tapi… sudah sungguh-sungguhkah kita
mempersiapkan qurban? Masih ada waktu sekitar satu bulan.
Diadopsi dari kisah yang ditulis Budi Ch Susanto.
※ Ya Allah... semoga yang membaca
artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin
¤ Salam
sayang buat isteri & anak tercinta :
“Siti
Nurjanah & Rachmad Hidayatullah”